HAK MEREK

HAK MEREK
       I.            SEJARAH
Sejarah perkembangan Merek (Bently dan Sherman, 655-657).
Perkembangan Merek secara ringkas dapat dijelaskan sebagai perkembangan dari sifat Merek sebagai ‘tanda pemilikan/proprietary marks/possessory marks’ (pada Merek mula-mula) sampai dengan sifat Merek sebagai ‘citra produk/product image’ ataupun ‘simbol gaya hidup/way of life’ sebagaimana yang terjadi pada saat sekarang.
Sejarah perdagangan menunjukkan, bahwa Merek semula digunakan dalam perdagangan sebagai tanda pemilikan atas barang, hal ini bisa ditemukan pada praktek menandai ternak dengan tanda khusus, ataupun praktek penandaan barang yang akan dikirim melalui laut agar memudahkan identifikasi pada saat terjadi kecelakaan.
Pada abad pertengahan, di Eropa, Merek digunakan secara berbeda di dalam struktur gilda/guild. Gilda adalah organisasi perdagangan yang memiliki kendali untuk menentukan siapa yang boleh menghasilkan barang atau menyediakan jasa tertentu.Mereka juga merasa penting untuk menjamin bahwa barang berada dalam mutu yang memuaskan. Agar mampu untuk mengidentifikasi sumber barang yang tidak memuaskan, gilda mensyaratkan para anggotanya untuk menerapkan Merek pengenal (identifying mark) terhadap barang [Bently dan Sherman, 656, dari: P. Mollerup, Marks of Excellence: The History and Taxonomy of Trademarks (1997) 15-42; S. Diamond, ‘The Historical Development of Trademarks’ (1975) 65 TM Rep. 265, 272.].
Seiring dengan surutnya peran gilda, peneraan Merek tidak lagi wajib dilakukan oleh para pedagang. Namun dengan bertumbuhnya perdagangan regional dan meningkatnya produk pabrikan seiring dengan Revolusi Industri, banyak pedagang tetap melanjutkan menerapkan Merek pada barang manufakturnya [Bently dan Sherman, 656 dari: B. Pattishall, ‘Trade Marks and the Monopoly Phobia’ (1952) 42 TM Rep. 588, 590-591]. Terlebih lagi, dengan pertumbuhan media masa dan masyarakat yang melek huruf, pedagang mulai mengiklankan produk mereka dengan merujuk pada Merek produknya [Bently dan Sherman, 656 dari: S. Diamond, ‘The Historical Development of Trademarks’ (1975) 65 TM Rep. 265, 272]. Sebaliknya, pembeli mulai mengandalkan Merek barang sebagai indikasi yang benar mengenai sumber barang, mereka menggunakannya sebagai bantuan dalam memutuskan pembelian barang, dan lama kelamaan konsumen mulai menyadari bahwa merek menunjukkan pembuat barang dan mutu barang. Dengan demikian sifat Merek berubah dari informasi mengenai penanggungjawab atas barang (source of liability) menjadi penunjuk mutu barang (indicator of quality) [Bently dan Sherman, 656].
Sekitar awal abad ke-20, Merek berubah dari penunjuk asal (indicator of origin) untuk menjadi kekayaan yang berharga (valuable assets) dalam haknya. Merek tidak hanya sebagai tanda tetapi telah juga membangkitkan perasaan dari konsumen, hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya kualitas industri periklanan. Merek sudah lebih menjadi alat pemasaran dan sudah berkurang sebagai cara identifikasi produk. Dalam kondisi seperti ini, fungsi Merek berubah dari “sinyal/signal” menjadi “simbol” [Bently dan Sherman, 656 dari: T. Drescher, ‘The Transformation and Evolution of Trademarks–From Signals to Symbols to Myth’ (1992) 82 TM Rep. 301]. Sebagai sinyal, Merek memicu respons otomatis dan berguna sebagai identifikasi pembuat produk. Sebaliknya sebagai simbol, Merek menerapkan berbagai bentuk makna karena Merek sudah digunakan sebagai alat untuk melekatkan atribut tertentu pada barang [Bently dan Sherman, 656].
Menurut para ahli Merek, sekarang ini Merek memiliki peran yang baru. Beberapa ahli menyebutnya sebagai munculnya Merek dengan status mitos (mythical status) [Bently dan Sherman, 656]. Contohnya pemilik mobil merek Volvo atau Ferrari dimitoskan sebagai lambang kesuksesan. Merek Coca-cola dan restoran McDonald’s dikaitkan dengan lambang modernitas masyarakat. Itulah sebabnya dikatakan, bahwa pada masa sekarang ini Merek juga memiliki kaitan dengan citra dan gaya hidup masyarakat modern [Bently dan Sherman, 657].
Setelah ekonomi dunia berkembang, kegiatan perdagangan tidak hanya terjadi di dalam lingkup wilayah negara atau kumpulan negara tertentu, namun sudah berlangsung secara global. Timbul kebutuhan pengaturan hukum akan merek secara global. Tidak terdapat catatan yang jelas mengenai awal pengaturan hukum merek secara internasional. Pengaturan secara hukum terhadap hak merek secara internasional yang paling penting terjadi pada tahun 1883 melalui Konvensi Paris atauParis Convention (the 1883 Convention of the Union of Paris). Konvensi Paris membolehkan warga negara dari negara peserta untuk mendaftarkan merek barang dan jasanya di setiap negara anggota secara individual dan non-diskriminatif, bahkan jika pemohon tidak memiliki merek tersebut di negara asalnya. Hal ini bisa dilakukan oleh pemegang hak merek enam (6) bulan setelah pendaftaran pertama dilakukan. Konvensi Paris masih berlaku hingga saat ini. Hal ini dikenal sebagai hak prioritas.
Hukum Merek telah dikenal lama di Indonesia, sejak masa penjajahan Belanda. Hukum Merek yang sekarang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan perdagangan internasional yang terjadi pada abad ke-20, terutama melalui perundingan dagang global dalam rangka General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang kemudian berujung pada pembentukan organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO). Salah satu hasil perundingan GATT adalah munculnya perjanjian TRIPs/TRIPs Agreement (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Perjanjian TRIPs saat menjadi perjanjian internasional yang sangat penting di bidang HaKI yang mana di dalamnya terdapat Hak Merek. Konvensi Paris turut diadopsi dalam isi Perjanjian TRIPs.
Hak Merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, sebelumnya diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Terhadap UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek.


    II.            PENGERTIAN
Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 diberikan suatu definisi
tentang merek yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Selain menurut batasan juridis beberapa sarjana ada juga memberikan
pendapatnya tentang merek, yaitu:
1. H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., memberikan rumusan bahwa,
Merek adalah sutau tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga
dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.
2. Prof. R. Soekardono, S.H., mmeberikan rumusan bahwa,
Merek adalah sebuah tanda (Jawa: siri atau tengger) dengan mana dipribadikan
sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau
menjamin kualitas barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang
dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.
3. Essel R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius
Daritan, merumuskan seraya memberikan komentar bahwa,
Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang,
secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata
di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seorang pengusaha atau
distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain
mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian
tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan.
Berdasarkan pendapat-pendapat sarjana tersebut, maupun dari peraturan merek itu
sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang diartikan dengan
perkataan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa
yang sejenis, juga sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.

 III.            PERLINDUNGAN HAK MEREK
A.    Perlindungan Hak Merek dan Pendaftaran
Perlindungan hak merek diperoleh setelah dilakukan pendaftaran merek. Merek yang sudah didaftarkan disebut Merek Terdaftar, sering disimbolkan dengan tanda ® (registered) setelah merek atau tanda ™ (trademark) setelah merek.
B.     Tujuan Perlindungan Hak Merek
Perlindungan hak merek dimaksudkan untuk melindungi pemilikan atas merek, investasi dan goodwill (nama baik) dalam suatu merek, dan untuk melindungi konsumen dari kebingungan menyangkut asal usul suatu barang atau jasa. Perlindungan hak merek dilakukan melalui Pendaftaran Merek. Sebelum lanjut ke Pendaftaran Merek, secara filosofis, apakah justifikasi perlindungan hukum atas hak merek?
C.     Justifikasi Perlindungan Merek
Paling tidak terdapat tiga (3) justifikasi perlindungan hak merek menurut Bently & Sherman, yaitu:
·         Kreatifitas.
 Pendapat mengenai justifikasi kreatifitas masih menjadi perdebatan dalam dunia HaKI, namun sebuah pendapat yang penting memandang perlindungan merek sebagai imbalan atas investasi. Hal ini diungkapkan oleh hakim Breyer dari Mahkamah Agung AS (kasus Qualitex v. Jacobson Products 115 S Ct 1300 (1995)), yang menyatakan bahwa hukum merek membantu ‘untuk menjamin seorang produsen bahwa dialah (dan bukan pesaingnya yang memalsukan merek) yang akan meraih keuntungan finansial, imbalan berupa reputasi yang dikaitkan dengan produk terkait’. Dengan demikian hukum merek mendorong ‘produksi akan produk-produk bermutu … dan secara berlanjut menekan mereka yang berharap dapat menjual barang-barang bermutu rendah dengan cara memanfaatkan kelemahan konsumen untuk menilai mutu barang secara cepat’. Usaha untuk membenarkan perlindungan Merek dengan argumentasi kreatifitas adalah suatu hal yang lemah, sebagian karena pada saat hubungan antara barang dengan Merek dipicu dan dikembangkan oleh pedagang, namun peran yang sama besarnya justru diciptakan oleh konsumen dan masyarakat. Bently dan Sherman memandang, bahwa argumentasi yang paling meyakinkan dalam hal ini terkait dengan pendapat yang melihat Merek sebagai imbalan atas investasi. Pendapat ini diringkas oleh hakim mahkamah agung Amerika Serikat, hakim Breyer, yang mengemukakan dalam putusannya bahwa hukum Merek membantu “untuk menjamin seorang produsen bahwa dia (dan bukannya pesaing yang meniru) akan memetik imbalan finansial dan imbalan yang terkait dengan reputasi sehubungan dengan produk yang diinginkan… dan secara simultan melemahkan mereka yang berharap untuk menjual barang yang lebih rendah lewat cara memanfaatkan ketidakmampuan pembeli melakukan evaluasi secara cepat atas barang tertentu. Jadi mutu berdasarkan pembedaan sumber … yang akan menjadi cara mencapai tujuan”.
·         Informasi.
 Ini merupakan justifikasi utama perlindungan merek, karena merek digunakan dalam kepentingan umum sehingga meningkatkan pasokan informasi kepada konsumen dan dengan demikian meningkatkan efisiensi pasar. Merek merupakan cara singkat komunikasi informasi kepada pembeli dilakukan dalam rangka membuat pilihan belanja. Dengan melindungi merek, lewat pencegahan pemalsuan oleh pihak lain, maka akan menekan biaya belanja dan pembuatan keputusan. Belanja dan pilihan dapat dilakukan secara lebih singkat, karena seorang konsumen akan yakin merek yang dilihatnya memang berasal dari produsen yang diperkirakannya. Peran iklan dalam dunia industri yang makin dominan menjadikan perlindungan merek menjadi semakin penting. Menurut Bently dan Sherman, argumentasi paling meyakinkan bagi perlindungan Merek adalah bahwa mereka digunakan dalam kepentingan umum dalam hal meningkatkan pasokan informasi kepada konsumen dan dengan demikian meningkatkan efisiensi pasar. Bently dan Sherman mengutip Economides, bahwa dengan mencegah orang lain melakukan peniruan merek, maka hukum merek “menurunkan biaya bagi konsumen dalam belanja konsumen dan dalam membuat keputusan pembelian… karena secara cepat dan secara mudah memberikan jaminan bagi konsumen potensial bahwa barang dengan Merek terkait dibuat oleh produsen yang sama sebagaimana barang dengan Merek yang sama yang pernah dilihatnya di waktu lalu.”
Informasi yang disediakan oleh Merek secara khusus penting dalam kaitan dengan barang yang tidak bisa dinilai oleh konsumen melalui inspeksi (barang-barang semacam ini dikenal sebagai ‘experience goods’; contohnya mobil). Merek juga mendorong perusahaan untuk memelihara mutu yang konsisten dan memvariasikan standar dan untuk bersaing dalam hal mutu dan jenis yang luas.
·         Etis.
Argumentasi utama perlindungan merek didasarkan pada gagasan fairnessatau keadilan (justice). Secara khusus prinsipnya adalah seseorang tidak boleh menuai dari yang tidak ditanamnya. Secara lebih khusus, bahwa dengan mengambil merek milik orang lain, seseorang telah mengambil keuntungan dari nama baik (goodwill) yang dihasilkan oleh pemilik merek yang asli. Kaitannya ke lingkup yang lebih luas dari kegiatan perdagangan adalah perlindungan dari persaingan curang dan pengayaan diri yang tidak adil (A. Kamperman Sanders, 1997). Argumentasi etis utama bagi perlindungan Merek didasarkan pada gagasan mengenai keadilan dan fairness. Khususnya dikatakan bahwa “seseorang tidak boleh memetik dari yang tidak ditanamnya”. Lebih khusus dikatakan dalam argumentasi ini, bahwa dengan mengadopsi Merek orang lain maka seseorang telah mengambil keuntungan dari nama baik yang dihasilkan oleh pemilik asli Merek. Dalam metafora pertanian di atas, justifikasi perlindungan merek dikaitkan pada wilayah yang lebih luas yaitu perlindungan bagi pedagang dari “persaingan yang tidak sehat/unfair competition” dan “pengayaan secara tidak adil/unjust enrichment”.
Prinsip ini juga telah dipergunakan untuk membenarkan perlindungan yang lebih luas. Sebagai contoh, dalam hal keberatan terhadap iklan yang melakukan perbandingan antar produk dengan Merek berbeda (comparative advertising) dianggap sebagai pelanggaran Merek, karena meskipun tidak menimbulkan kebingungan bagi konsumen tetapi mengambil keuntungan dari reputasi yang telah dibangun dari Merek terdahulu. Argumentasi etis lainnya juga digunakan dalam membenarkan perlindungan Merek. Misalnya norma moral mengenai kebaikan yang hakiki (core good) dan menyatakan kebenaran (truth telling). Menurut J. Cross (dikutip oleh Bently dan Sherman), peran hukum adalah untuk mengawasi agar tidak terjadi penyesatan sehingga memfasilitasi komunikasi pasar. Berdasarkan pendekatan ini dikatakan bahwa hukum harus memungkinkan orang yang menderita kerugian akibat penipuan untuk menindak pelaku penipuan. Pengelabuan mengenai sumber atau asal barang adalah setara dengan penipuan atau penyesatan dan semata-mata salah. Pattishall (dikutip oleh Bently dan Sherman) mengatakan bahwa pelanggaran Merek adalah saudara dari pemalsuan, penipuan, dan peniruan barang.


 IV.            Daya Pembeda (Distinctiveness of a Mark)
Agar dapat diterima sebagai Merek, sebuah tanda haruslah memiliki “Daya Pembeda”. Daya Pembeda adalah kemampuan suatu merek yang dimiliki untuk membedakan barang tersebut dari barang sejenis yang diproduksi oleh pihak lainnya. Dengan kata lain, tanda tersebut telah memperoleh arti yang kedua (secondary meaning). Sebagai contoh, “Apple” secara harafiah bisa berarti buah Apel, namun dalam perdagangan merupakan merek komputer.
Kata-kata yang deskriptif namun tidak memiliki daya pembeda tidak bisa dijadikan sebagai merek. Misalnya kata “Mie” saja tidak bisa menjadi merek bagi produk mie instant (bisakah anda membayangkan produk mie instant merek ‘Mie’?).
Kalimat yang panjang, juga tidak bisa menjadi merek (terlalu rumit). Selain itu, tanda yang terlalu sederhana tidak bisa pula dijadikan sebagai merek, misalnya: “.” atau “ – “ . Lambang negara, organisasi, bendera resmi negara, organisasi, hasil karya cipta orang lain, tidak bisa dijadikan merek.
Tanda yang mengganggu kepentingan umum, ketertiban umum, melawan hukum, tidak bisa menjadi merek. Misalnya tanda-tanda yang terkait dengan pornografi, organisasi kejahatan, dll.


    V.            PERMOHONAN MEREK
1.      Prosedur Permohonan Pendaftaran Merek
·         Permohonan pendaftaran Merek diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat).

·         Pemohon wajib melampirkan:
a.       surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang ditanda tangani oleh pemohon (bukan kuasanya), yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya;
b.      surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa;
c.       salinan resmi akta pendirian badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisasi oleh notaris, apabila pemohon badan hukum;
d.      24 (dua puluh empat) lembar etiket merek (4 lembar dilekatkan pada formulir) yang dicetak diatas kertas;
e.       fotokopi kartu tanda penduduk pemohon;
f.       bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia, apabila permohonan dilakukan dengan hak prioritas; dan
g.      bukti pembayaran biaya permohonan sebesar Rp. 450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah).


Sumber:
·         www.indonesialawcenter.com)
·         www. Dgip .go.id
·         nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30824/Hak+Merek.pdf

Comments

Popular posts from this blog

ANALISIS RANTAI PASOK ( SUPPLY CHAIN MANAGEMENT) beserta Contoh soal dan jawaban UAS UTS

KEWIRAUSAHAAN PART 7

KEWIRAUSAHAAN PART 6