INTELLECTUAL PROPERTY LAW -Hak Paten
HAK PATEN
Paten merupakan suatu
hak khusus berdasarkan Undang-Undang diberikan kepada si pendapat/si penemu
(uitvinder) atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya,(UU Paten Indonesia
menyebutnya dengan istilah Inventor dan istilah temuan disebut sebagai Invensi) atas
permintaannya yang diajukannya kepada pihak penguasa, bagi temuan baru di
bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau
menemukan suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu
tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang industri.
Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa paten diberikan bagi ide dalam bidang teknologi dan
teknologi pada dasarnya adalah berupa ide (immateril) yang dapat diterapkan
dalam proses industri. Teknologi pada dasarnya lahir dari karsa intelektual,
sebagai karya intelektual manusia. Karena kelahirannya telah melibatkan tenaga,
waktu, dan biaya (berapapun besarnya misalnya dalam kegiatan penelitian), maka
teknologi memiliki nilai atau sesuatu yang bernilai ekonomi, yang dapat menjadi
objek harta kekayaan (property). Dalam ilmu hukum, yang secara luas dianut oleh
bangsa-bangsa lain, hak atas daya pikir intelektual dalam bidang teknologi
tersebut diakui sebagai hak kekayaan yang sifatnya tidak berwujud. Hak seperti
inilah yang dikenal sebagai “Paten”.
Menurut Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001, terdapat 2 jenis paten yaitu paten biasa dan paten
sederhana. Paten biasa adalah paten yang melalui penelitian atau pengembangan
yang mendalam dengan lebih dari satu klaim. Paten sederhana adalah paten yang
tidak membutuhkan penelitian atau pengembangan yang mendalam dan hanya memuat
satu klaim. Namun, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 secara tersirat mengenalkan
jenis-jenis paten yang lain, yaitu paten proses dan paten produk. Paten proses
adalah paten yang diberikan terhadap proses, sedangkan paten produk adalah
paten yang diberikan terhadap produk.
Menurut literatur,
masih ada jenis-jenis paten yang lain saat ini, antara lain :
- Paten yang Berdiri Sendiri (Independent Patent)
Paten
yang berdiri sendiri tidak bergantung pada paten lain.
- Paten yang Terkait dengan Paten Lainnya
(Dependent Patent)
Keterkaitan
antar paten dapat terjadi jika ada hubungan antara lisensi biasa maupun lisensi
wajib dengan paten yang lainnya dan kedua paten itu dalam bidang yang
berkaitan. Bila kedua paten itu dalam bidang yang sama, penyelesaiannya
diusahakan dengan saling memberikan lisensi atau lisensi timbal balik (cross
license).
- Paten Tambahan (Patent of Addition) atau Paten
Perbaikan (Patent of Improvement)
Paten
ini merupakan perbaikan, penambahan atau tambahan dari temuan yang asli. Bila
dilihat dari segi paten pokoknya, kedua jenis paten ini hanya merupakan
pelengkap sehingga disebut pula paten pelengkap (patent of accessory). Di
Indonesia tidak dikenal paten pelengkap.
- Paten Impor (Patent of Importation), Paten
Konfirmasi atau Paten Revalidasi (Patent of Revalidation)
Paten
ini bersifat khusus karena telah dikenal diluar negeri dan negara yang
memberikan paten lagi hanya mengonfirmasi, memperkuatnya, atau mengesahkannya
lagi supaya berlaku di wilayah negara yang memberikan paten lagi (revalidasi). (Djumhana
dan R Djubaedillah. 2003. Hak Kekayaan Intelektual Sejarah, Teori, dan
Prakteknya di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, hal 121-122)
Akar sejarah paten
sudah cukup tua. Pada awalnya memang sekedar perlindungan yang bersifat
monopolistik di Eropa dan memperoleh wujud yang jelas pada abad ke-14.
Perlindungan tersebut pada awalnya diberikan sebagai hak istimewa kepada mereka
yang mendirikan usaha industri baru dengan teknologi yang diimpor. Dengan
perlindungan tersebut, pengusaha industri yang bersangkutan diberi hak untuk
dalam jangka waktu tertentu menggunakan teknologi yang diimpornya. Hak tersebut
diberi dalam bentuk Surat Paten.
Tujuannya adalah
memberikan kesempatan kepada pengusaha pengimpor teknologi yang baru, agar
benar-benar dapat terlebih dahulu menguasai seluk-beluk dan cara penggunaan
teknologi yang bersangkutan. Dengan demikian, tujuan pemberian paten tersebut
pada awalnya memang bukan pemberian perlindungan kepada penemu, tetapi lebih
pada rangsangan untuk pendirian industri baru dan pengalihan teknologi. (Bambang
Kesowo. 1995. Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di
Indonesia. Yogyakarta : Fakultas Hukum Gadjah Mada, hal 15-16)
Dilihat dari
sejarahnya, paten bukanlah hal baru untuk orang Indonesia. Sampai tahun 1945
tidak kurang dari 18.000 paten telah diberikan di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Kolonial Belanda, Octroiiwet 1910.
Setelah kemerdekaan,
pemberian paten tidaklah sebanyak seperti tahun-tahun sebelumnya. Baru pada
tahun 70-an dengan semakin meningkatnya pembangunan ekonomi, tumbuh kesadaran
baru di kalangan pemerintah untuk memperbaharui dan melengkapi keseluruhan
peraturan di bidang HaKI termasuk paten. Alasan diadakannya pembaharuan adalah
karena semakin menungkatnya investasi yang dilakukan oleh Negara-negara maju di
Indonesia. Tidak dapat disangkal lagi, ada hubungan yang sangat erat antara
tersedianya perangkat peraturan di bidang HaKI dengan masuknya investor asing
ke sebuah negara. Jika perlindungan HaKI sangat baik yang ditandai dengan
tersedianya perangkat peraturan yang lengkap di bidang HaKI serta penegakan
hukum yang memuaskan, para investor pun akan tertarik untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
Kalau dilihat dari
perkembangan peraturan perundang-undangan paten, Inggris mempunyai pengaruh
yang besar terhadap pembentukan undang-undang paten di banyak negara di dunia.
Sebab di negara Inggris pertumbuhan paten sangat baik. Kemungkinan pengaruh ini
sebagai akibat kedudukan negara Inggris sebagai negara induk penjajah, yang
sampai pertengahan abad ke-20 dan satu dua abad sebelumnya, mempunyai banyak
wilayah jajahan yang membawa pengaruh hukum pula ke wilayah koloninya tersebut.
Di Indonesia DPR
mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten pada tahun 1989.
Indang-Undang ini kemudian mengalami perubahan sehingga menjadi Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1997. Pada tahun 2001, pemerintah kembali memperbaharui
Undang-Undang Paten dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001.
Tujuan diadakannya perubahan-perubahan tersebut adalah untuk menyesuaikan
perlindungan HaKI di Indonesia dengan standar internasional yang terdapat dalam
Perjanjian TRIP’s.
Mengenai pengertian
dari paten menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, ialah :
“Paten ialah hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di
bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya”.
Ada beberapa unsur
penting yang dapat disimpulkan dari defenisi tersebut, yaitu :
1. Hak eksklusif
Hak eksklusif berarti
bahwa hak yang bersifat khusus. Kekhususannya terletak pada control hak yang
hanya ada di tangan pemegang paten. Konsekuensinya, pihak yang tidak berhak
tidak boleh menjalankan hak eksklusif tersebut. Hak eksklusif yang melekat pada
pemegang paten diatur di dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 yang
meliputi hak-hak sebagai berikut :
- Paten produk :
Membuat,
menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan
untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten.
- Paten proses :
Menggunakan
proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana dimaksudkan dalam huruf a.
Paten produk adalah
paten yang berkaitan dengan alat, mesin, komposisi, formula, product by
process, sistem, dan lain-lain. Sedangkan paten proses mencakup proses, metode
atau penggunaan.
2. Negara
Negara adalah
satu-satunya pihak yang berhak memberikan paten kepada para Inventor. Biasanya
tugas ini didelegasikan kepada sebuah kantor khusus yang menangani permohonan
pendaftaran, pengumuman, pemeriksaan dan pemberian sertifikat paten. Di
Indonesia, tugas ini ditangani oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual yang berada di bawah Departemen Kehakiman dan HAM.
3. Invensi di bidang teknologi
Paten adalah cabang
Hak Kekayaan Intelektual yang khusus melindungi Invensi di bidang teknologi.
Contoh-contoh teknologi yang dapat dilindungi paten adalah : teknologi mesin,
listrik, obat-obatan, dan lain-lain.
4. Selama jangka waktu tertentu
Paten diberikan tidak
untuk selamanya dan hanya berlaku dalam jangka waktu yang terbatas. Oleh karena
itu, hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang paten hanya bersifat
terbatas. Setelah paten tersebut habis masa perlindungannya, statusnya berubah
menjadi public domain atau menjadi milik umum. Setiap orang dapat memproduksi
atau membuat Invensi yang telah berakhir perlindungan patennya.
5. Invensi harus dilaksanakan
Invensi di bidang
teknologi yang telah dilindungi oleh paten harus dilaksanakan. Pasal 17 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 mengatur bahwa baik paten produk maupun
paten proses wajib dilaksanakan di wilayah Indonesia. Tujuan ketentuan ini
adalah untuk menunjang alih teknologi, penyerapan investasi dan penyediaan
lapangan pekerjaan. Pengecualian diberikan terhadap Invensi di bidang tertentu
yang memerlukan modal dan investasi yang besar untuk melaksanakan paten seperti
yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tersebut. Jika Invensi sulit
dilaksanakan, pemegang paten dapat mengajukan kelonggaran kepada instansi
terkait yang berwenang. Untuk itu, pemegang paten harus mengajukan alasan yang
kuat dengan disertai bukti bahwa Invensinya sulit dilaksanakan di Indonesia.
Salah satu contoh Invensi yang termasuk dalam kategori tersebut adalah
Invensi di bidang
farmasi. Ijin untuk mendapatkan kelonggaran dalam melaksanakan paten dapat
diajukan kepada Departemen Kesehatan (Penjelasan Pasal 17 ayat (2)).
6. Invensi dapat dilaksanakan oleh pihak lain dengan
persetujuan pemegang paten
Selain dilaksanakan
sendiri oleh pemegang paten, sebuah Invensi yang telah dilindungi paten dapat
dilaksanakan oleh orang lain melalui perjanjian lisensi. Kecuali diperjanjikan
lain, selama perjanjian lisensi pemegang paten dapat tetap melaksanakan paten
tersebut (Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001).
Pengertian paten
menurut Octroiiwet 1910 adalah :
“Paten ialah hak
khusus yang diberi kepada seseorang atas permohonannya kepada orang itu yang
menciptakan sebuah produk baru cara kerja baru atau perbaikan baru dari produk
atau dari cara kerja”.(Art.1.Octroiiwet 1910, Nederland, S.1910-313. )
WIPO memberikan
pengertian paten sebagai berikut :
“A Patent is legally
enforceable rights granted by virtue of a law to a person to exclude, for a
limited time, others from certain acts in relation to describe new invention;
the privilege is granted by a government authority as a matter of rights to the
person who is entitled to apply for it and who fulfils the prescribed
condition.”
Dari pengertian
tersebut dapat dilihat unsur penting paten, yakni bahwa paten adalah hak yang
diberikan pemerintah dan bersifat eksklusif. Perbuatan-perbuatan yang merupakan
hak eksklusif pemegang hak paten adalah produksi (manufacturing), penggunaan
(using), penjualan (selling) barang yang dipatenkan, dan perbuatan yang
berkaitan dengan penjualan barang itu seperti mengimpor, dan menyimpan
(stocking). (Djumhana dan R Djubaedillah. 200. Hak Kekayaan Intelektual
Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, hal
116)
Berdasarkan PP Nomor
34 Tahun 1991 tanggal 11 Juni 1991, sebagai penjabaran Undang-Undang Paten, ada
4 pengertian yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan paten, yaitu :
- Deskripsi atau uraian penemuan
adalah penjelasan tertulis megenai cara melaksanakan suatu penemuan
sehingga dapat dimengerti oleh seseorang yang ahli di bidang penemuan
tersebut.
- Abstraksi adalah uraian singkat
mengenai suatu penemuan yang merupakan ringkasan dari pokok – pokok
penjelasan deksripsi, klaim, ataupun gambar.
- Klaim adalah uraian tertulis
mengenai inti penemuan atau bagian – bagian tertentu dari suatu penemuan
yang memuat tanda – tanda, symbol – symbol, angka, bagan, atau diagram
yang menjelaskan bagian – bagian dari penemuan.
- Invensi adalah ide inventor
yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesiifik
di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses. Sedangkan inventor adalah seorang ang
secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama – sama melaksanakan
ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Sementara itu,
menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh W.J.S Poerwadarminta
pengertian paten adalah :
“Kata Paten berasal
dari bahasa Eropa (paten/octroi) yang mempunyai arti suatu perniagaan atau ijin
dari pemerintah yang menyatakan bahwa orang atau perusahaan boleh membuat
barang pendapatannya sendiri (orang lain tidak boleh membuatnya)”. (W.J.S.
Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN. Balai Pustaka,
hal 1012.)
Dari pengertian
menurut Undang-Undang dan pengertian-pengertian lainnya diatas, dapat
disimpulkan bahwa paten adalah merupakan hak bagi seseorang yang telah
mendapatkan penemuan baru atau cara kerja baru dan perbaikannya yang kesemua
istilah itu tercakup dalam satu kata “invensi” dalam bidang teknologi yang
diberikan oleh pemerintah, dan kepada pemegang haknya diperkenankan untuk
menggunakannya sendiri atau atas ijinnya mengalihkan penggunaan hak itu kepada
orang lain.
III.
Subjek dan Objek Paten
Subjek paten menurut
Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, yaitu :
“Inventor adalah
seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi”.
Mengenai subjek
paten, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 menyebutkan :
- Yang berhak memperoleh paten
adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang
bersangkutan
- Jika suatu invensi dihasilkan
oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atas invensi tersebut
dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan
Kedudukan Inventor
adalah sama dengan pemegang paten. Namun hal tersebut tidaklah selalu terjadi
di dalam praktik. Ada kalanya Inventor dan pemegang paten tidak berada dalam
tangan yang sama. Inventor tidak selalu memiliki kemampuan untuk memproduksi
Invensi seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 di
Indonesia. Oleh karena itu, Inventor biasanya menjual Invensinya tersebut
(assignment) kepada pihak investor yang selanjutnya menjadi pemegang paten.
Nama Inventor sebagai pihak yang menghasilkan Invensi itu tetaplah dicantumkan
dalam sertifikat paten. Pencantuman nama tersebut merupakan perwujudan dari hak
moral, yaitu hak yang melekat dalam diri si Inventor walaupun kepemilikan atas
Invesinya telah beralih kepada pihak lain. Dalam kasus penjualan hak paten
(assignment), pelaksanaan hak eksklusif seperti tercantum di dalam Pasal 16
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 yang dilaksanakan oleh pemegang paten, bukan
Inventor.
Yang berhak
memperoleh paten adalah Inventor atau yang menerima lebih lanjut hak Inventor
tersebut. Ketentuan ini memberi penegasan bahwa hanya penemu atau yang berhak
menerima lebih lanjut hak penemu, misalnya karena pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian, atau sebab-sebab lain, yang berhak memperoleh paten atas penemuan yang
bersangkutan. Yang dianggap sebagai penemu adalah mereka yang untuk pertama
kali mengajukan permintaan paten, kecuali terbukti sebaliknya. Artinya
undang-undang memakai titik tolak bahwa orang atau badan yang pertama kali
mengajukan permintaan paten dianggap sebagai penemunya. Tetapi apabila di
kemudian hari terbukti sebaliknya dengan bukti kuat dan meyakinkan, maka status
sebagai penemu dapat berubah.
Selanjutnya dalam
Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 Pasal 12 disebutkan :
- Pihak yang berhak memperoleh
paten atas suatu invensi yang dihasilkan dalam suatu hubungan kerja adalah
pihak yang memberikan pekerjaan tersebut kecuali diperjanjikan lain;
- Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) juga berlaku terhadap invensi yang dihasilkan baik oleh karyawan
maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam
pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk
menghasilkan invensi;
- Inventor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan
memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi tersebut;
- Imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat dibayarkan:
- Dakam jumlah tertentu dan
sekaligus;
- Persentase;
- Gabungan antara jumlah
tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus;
- Gabungan antara persentase dan
hadiah atau bonus; atau
- Bentuk lain yang disepakati
para pihak;
- Dalam hal tidak terdapat
kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya imbalan,
keputusan untuk itu diberikan oleh Pengadilan Niaga;
- Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) sama sekali tidak menghapuskan hak
Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Paten.
Dengan demikian,
berdasarkan ketentuan Pasal 12 ini hak ekonomis atas suatu paten dapat
dialihkan atau beralih kepada orang lain, karena Inventor terikat dalam
hubungan kerja atau Inventor menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia
dalam pekerjaannya. Kecuali diperjanjkan lain, pihak yang berhak memperoleh
patennya adalah pihak yang memberikan pekerjaan atau atasannya. Sebagai
gantinya, Inventornya berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan
memperhatikan manfaat ekonomis yang diperoleh dari Invesi tersebut. Imbalannya
tersebut dapat dibayarkan dalam jumlah tertentu, dan sekaligus persentase,
gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus,
gabungan antara persentase dan hadiah atau bonus; atau bentuk lain yang
disepakati para pihak yang besarnya ditetapkan oleh kedua belah pihak atau oleh
Pengadilan Niaga jika terdapat ketidaksesuaian cara perhitungan dan penetapan
besarnya imbalan. Pengalihan paten tersebut ternyata tidak mengalihkan hak
moral (moral right) yang dimiliki Inventor dan pada dasarnya nama Inventornya
tetap dicantumkan dalam Sertifikat Paten.
Selain Inventor atau
mereka yang menerima lebih lanjut hak dari Inventor yang bersangkutan, yang
dikenal pula pemakai terdahulu, yang juga mendapatkan perlindungan hukum.
Menurut Pasal 14 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001, perlindungan hukum
terhadap pemakai terdahulu tersebut tidak berlaku apabila pihak yang
melaksanakan Invensi sebagai pemakai terdahulu melakukannya dengan menggunakan
pengetahuan tentang Invensi tersebut dari uraian, gambar, atau keterangan
lainnya dari Invensi yang dimohonkan paten.
Menurut Pasal 1 angka
(8) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, pemegang paten tidak harus Inventor
sebagai pemilik paten, melainkan bisa pihak yang menerima hak tersebut dari
pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang
terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
Dari pengertian paten
yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001,
dapat diketahui bahwa objek paten itu adalah hasil penemuan, yang diistilahkan
Invensi. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Undang-Undang
Paten menggunakan terminologi Invensi untuk penemuan, dengan alasan istilah
Invensi berasal dari kata Invention yang secara khusus dipergunakan dalam
kaitannya dengan paten.
Dalam Persetujuan
Strasbourg tahun 1971 telah diklasifikasikan secara Internasional objek paten,
yang dibagi dalam 8 seksi, dan 7 seksi di antaraya masih terbagi dalam subseksi
sebagai berikut :
Seksi A : Kebutuhan
manusia (human necessities)
Subseksi :
- agraria (agriculture);
- Bahan-bahan makanan dan
tembakau (foodstuff and tobacco);
- Barang-barang perseorangan dan
rrumah tangga (personal and domestic articles);
- Kesehatan dan hiburan (health
and amusement);
Seksi B :
Melaksanakan karya (performing operations)
Subseksi :
- Memisahkan dan mencampurkan
(separating and mixing);
- Pembentukan (shaping);
- Pencetakan (printing);
- Pengangkutan (transporting);
Seksi C : Kimia dan
perlogaman (chemistry and metallurgy); Subseksi :
- Kimia (chemistry);
- Perlogaman (metallurgy);
Seksi D :
Pertekstilan dan perkertasan (textiles and paper)
Subseksi :
- Pertekstilan dan bahan-bahan
yang mudah melentur dan sejenis (textiles and flexible materials and
other-wise provided for);
- Perkertasan (paper);
Seksi E : Konstruksi
tetap (fixed construction)
Subseksi :
- Pembangunan gedung (building);
- Pertambangan (mining);
Seksi F : Permesinan
(mechanical engineering)
Subseksi :
- Mesin-mesin dan pompa-pompa
(engins and pumps);
- Pembuatan mesin pada umumnya
(engineering in general);
- Penerangan dan pemanasan
(lighting and heating);
Seksi G : Fisika
(physics)
Subseksi :
- Instrumentalia (instruments);
- Kenukliran (nucleonics);
Seksi H :
Perlistrikan (electricity) (R.M. Suryodiningrat. 1981. Aneka hak Milik
Perindustrian, Bandung : Tarsito, hal 49-50. Klasifikasi objek-objek paten
tersebut di atas sampai saat ini menjadi acuan di berbagai negara, walaupun
disana-sini telah berubah sejalan dengan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan.)
Berdasarkan kutipan
di atas nampak jelas bahwa cakupan paten itu begitu luas, sejalan dengan
luasnya cakrawala daya pikir manusia. Kreasi apa saja yang dilahirkan dari
cakrawala daya piker manusia dapat menjadi objek paten, sepanjang hal itu
temuan dalam bidang teknologi dan dapat diterapkan dalam bidang industri termasuk
pengembangannya. Dengan demikian pula tidak tertutup kemungkinan objek paten
ini akan berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
dan kemampuan intelektual manusia.
CONTOH KASUS HAK PATEN :
1. Terkait
Hak Paten Aplikasi FaceTime, Apple Dituntut 3,92 Triliun Rupiah
2. Terkait
Masalah Hak Paten , Salah Satu Stan di CES 2016 Dibubarkan FBI
4. Pemkab
Purwakarta Patenkan Sate Maranggi dan Peuyeum Bendul
https://news.detik.com/berita/d-3414236/pemkab-purwakarta-patenkan-sate-maranggi-dan-peuyeum-bendul?_ga=1.49371430.1897759225.1492226494
https://news.detik.com/berita/d-3414236/pemkab-purwakarta-patenkan-sate-maranggi-dan-peuyeum-bendul?_ga=1.49371430.1897759225.1492226494
IV.
Prosedur Pendaftaran Hak Paten
(Berdasarkan
Undang-undang Paten No. 14 Tahun 2001)
1.
|
Permohonan
Paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam
bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat).
|
|||||||||
2.
|
Pemohon
wajib melampirkan:
|
|||||||||
a.
|
surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan
melalui konsultan Paten terdaftar selaku kuasa;
|
|||||||||
b.
|
surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan
oleh pihak lain yang bukan penemu;
|
|||||||||
c.
|
deskripsi, klaim, abstrak: masing-masing rangkap 3
(tiga);
|
|||||||||
d.
|
gambar, apabila ada : rangkap 3 (tiga);
|
|||||||||
e.
|
bukti
prioritas asli, dan terjemahan halaman depan dalam bahasa Indonesia rangkap 4
(empat), apabila diajukan dengan hak prioritas.
|
|||||||||
f.
|
terjemahan
uraian penemuan dalam bahasa Inggris, apabila penemuan tersebut aslinya dalam
bahasa asing selain bahasa Inggris : rangkap 2 (dua);
|
|||||||||
g.
|
bukti
pembayaran biaya permohonan Paten sebesar Rp. 575.000,- (lima ratus tujuh
puluh lima ribu rupiah); dan
|
|||||||||
h.
|
bukti
pembayaran biaya permohonan Paten Sederhana sebesar Rp. 125.000,- (seratus
dua puluh lima ribu) dan untuk pemeriksaan substantif Paten Sederhana sebesar
Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah);
|
|||||||||
i.
|
tambahan
biaya setiap klaim, apabila lebih dari 10 klaim:Rp. 40.000,- per klaim.
|
|||||||||
3.
|
Penulisan
deskripsi, klaim, abstrak dan gambar sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf
c dan huruf d ditentukan sebagai berikut:
|
|||||||||
a.
|
setiap
lembar kertas hanya salah satu mukanya saja yang boleh dipergunakan untuk
penulisan dan gambar;
|
|||||||||
b.
|
deskripsi,
klaim dan abstrak diketik dalam kertas HVS atau yang sejenis yang terpisah
dengan ukuran A-4 (29,7 x 21 cm ) dengan berat minimum 80 gram dengan batas
sebagai berikut:
|
|||||||||
|
||||||||||
c.
|
kertas
A-4 tersebut harus berwarna putih, rata tidak mengkilat dan pemakaiannya
dilakukan dengan menempatkan sisinya yang pendek di bagian atas dan bawah
(kecuali dipergunakan untuk gambar);
|
|||||||||
d.
|
setiap
lembar deskripsi, klaim dan gambar diberi nomor urut angka Arab pada bagian
tengah atas dan tidak pada batas sebagaimana yang dimaksud pada butir 3 huruf
b (1);
|
|||||||||
e.
|
pada
setiap lima baris pengetikan baris uraian dan klaim, harus diberi nomor baris
dan setiap halaman baru merupakan permulaan (awal) nomor dan ditempatkan di
sebelah kiri uraian atau klaim serta tidak pada batas sebagaimana yang
dimaksud pada butir 3 huruf b (3);
|
|||||||||
f.
|
pengetikan
harus dilakukan dengan menggunakan tinta (toner) warna hitam, dengan ukuran
antar baris 1,5 spasi, dengan huruf tegak berukuran tinggi huruf minimum 0,21
cm;
|
|||||||||
g.
|
tanda-tanda
dengan garis, rumus kimia, dan tanda-tanda tertentu dapat ditulis dengan
tangan atau dilukis;
|
|||||||||
h.
|
gambar
harus menggunakan tinta Cina hitam pada kertas gambar putih ukuran A-4 dengan
berat minimum 100 gram yang tidak mengkilap dengan batas sebagai berikut:
|
|||||||||
|
||||||||||
i.
|
seluruh
dokumen Paten yang diajukan harus dalam lembar-lembar kertas utuh, tidak
boleh dalam keadaan tersobek, terlipat, rusak atau gambar yang ditempelkan;
|
|||||||||
j.
|
setiap
istilah yang dipergunakan dalam deskripsi, klaim, abstrak dan gambar harus
konsisten satu sama lain.
|
|||||||||
Permohonan
Pemeriksaan Substantif
|
||||||||||
Permohonan
pemeriksaan substantif diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah
disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dengan melampirkan bukti
pembayaran biaya permohonan sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
|
Sumber:
-mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisa :)
Comments
Post a Comment